Inhan Swasta Berharap Dukungan Pemerintah
P6 ATAV produksi swasta [def.pk] ☆
Ketua Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Jan Pieter Ate mengungkapkan kualitas produksi peralatan militer alias pertahanan dan keamanan (hankam) dari Indonesia tidak kalah bagus dibanding dengan negara lain. Bahkan Indonesia menempati urutan ke-14 di dunia sebagai negara yang mampu memproduksi alutsista berkualitas.
Meski demikian, beberapa pengembangan masih terus dilakukan khususnya terkait bahan baku. “Saat ini komponen masih banyak impor, tapi ke depannya sudah mulai bisa diganti dalam negeri,” kata Jan Pieter disela rapat umum anggota Pinhantanas, Rabu (21/2).
Untuk itu pelaku bisnis alat pertahanan keamanan swasta ini berharap dukungan besar dari pemerintah demi memajukan industri ini. “Sekarang bagaimana kami bisa dapat jaminan yang berpihak terhadap industri dalam negeri,” terang Jan Pieter.
Salah satu peluang ialah mengisi anggaran dana Pinjaman Dalam Negeri (PDN) untuk belanja alutsista militer Indonesia periode 2015-2019 yang senilai Rp 15 triliun.
Dananjaya A. Trihardjo, Presiden Direktur PT Komodo Armament Indonesia (KAI) bilang, anggaran tersebut dapat menjadi potensi besar bagi perusahaan alutsista lokal. “Selain itu, kami lebih menyoroti dari soal niat pemerintah untuk dapat membantu swasta ini,” ujarnya ditemui di acara yang sama, Rabu (21/2).
Selain pasar nasional, produsen senjata api ini juga tengah menyasar pasar luar negeri. “Saat ini kami masih penjajakan di Uni Eropa dan kawasan Asean,” kata Dananjaya.
Untuk itu Komodo Armament Indonesia berharap agar pemerintah dapat menjadi produsen seperti mereka dengan user. Menurut Dananjaya, terkadang terobosan tersebut dirasa perlu.
Komodo Armament Indonesia yang memiliki pabrik di bekasi ini memproduksi hardware senjata api berupa pistol dan senapan laras panjang. Dengan mengandalkan dua lini produksi, pabrikan memiliki kapasitas terpasang 10.000 pistol per tahun dan 15.000 laras panjang per tahun.
Sementara itu, Bintoro, Direktur PT Wirajayadi Bahari menegaskan perusahaannya siap jika diminta untuk memasok kendaraan tempur militer Indonesia. “Kami punya kemampuan produksi dengan pabrik di Surabaya,” terangnya, Rabu (21/2).
Perusahaan tersebut memproduksi kendaraan pengangkut pasukan roda rantai. Bintoro mengklaim perusahaannya sebagai satu-satunya produsen kendaraan roda rantai di Indonesia saat ini. Pabrik Wirajayadi Bahari di Jawa Timur mampu memproduksi kurang lebih 10 unit kendaraan tempur setiap tahunnya.
Dorong Permintaan di Dalam Negeri
Turangga 4x4 APC produksi swasta [def.pk]
Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) menyelenggarakan rapat umum anggota luar biasa hari ini, Rabu (21/2). Para pelaku bisnis swasta ini mendorong pemakaian produk Pertahanan dan Keamanan (Hankam) dan alutsista buatan lokal di Indonesia.
Ketua Harian Pinhantanas Jan Pieter Ate mengatakan dari segi kemampuan sudah banyak industri dalam negeri yang siap menyuplai kebutuhan senjata dan produk hankam Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Dari segi produksi, sebenarnya industri dalam negeri mampu memasoknya,” sebutnya dalam pembukaan rapat tersebut, Rabu (21/2).
Secara garis besar terdapat empat kelompok usaha dalam industri hankam ini. Jan Pieter menjelaskan jenis produk tersebut meliputi land system (matra darat), naval system (matra laut) aerospace (matra udara) serta security (keamanan dan kepolisian). “Contohnya saja kapal selam, industri dalam negeri bahkan sudah mampu membangunnya mulai dari nol mulai dari rancangan, uji coba, prototype hingga produk final,” tegasnya.
Saat ini Pinhantanas mencatat ada sekitar 81 pelaku usaha di bidang hankam ini. “Namun baru sekitar 42 perusahaan yang tergabung bersama kami, karena cukup ketat dan keanggotaan perlu verifikasi,” sebut Jan Pieter.
Pinhantanas menaksir, kebutuhan alat hankam Indonesia saat ini baru dipenuhi oleh industri lokal kisaran 20%-30%. “Masih banyak yang impor, itu kenapa hal ini bisa jadi peluang bagi industri dalam negeri, khususnya swasta,” kata Jan Pieter.
Jan Pieter menambahkan, bersandar pada Undang-Undang 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pada pasal 43 dan 44 menyatakan pengguna peralatan hankam wajib menggunakan produk yang diproduksi di dalam negeri. Pinhantas mencatat anggaran dana Pinjaman Dalam Negeri (PDN) yang dialokasikan pemerintah untuk pembelian alutsista mencapai Rp 15 triliun untuk periode 2015-2019.
“Akan tetapi sampai 2017 kemarin masih bersisa Rp 9 triliun, ini penanda masih ada banyak kebutuhan yang belum tergarap,” pungkasnya.
Ketua Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Jan Pieter Ate mengungkapkan kualitas produksi peralatan militer alias pertahanan dan keamanan (hankam) dari Indonesia tidak kalah bagus dibanding dengan negara lain. Bahkan Indonesia menempati urutan ke-14 di dunia sebagai negara yang mampu memproduksi alutsista berkualitas.
Meski demikian, beberapa pengembangan masih terus dilakukan khususnya terkait bahan baku. “Saat ini komponen masih banyak impor, tapi ke depannya sudah mulai bisa diganti dalam negeri,” kata Jan Pieter disela rapat umum anggota Pinhantanas, Rabu (21/2).
Untuk itu pelaku bisnis alat pertahanan keamanan swasta ini berharap dukungan besar dari pemerintah demi memajukan industri ini. “Sekarang bagaimana kami bisa dapat jaminan yang berpihak terhadap industri dalam negeri,” terang Jan Pieter.
Salah satu peluang ialah mengisi anggaran dana Pinjaman Dalam Negeri (PDN) untuk belanja alutsista militer Indonesia periode 2015-2019 yang senilai Rp 15 triliun.
Dananjaya A. Trihardjo, Presiden Direktur PT Komodo Armament Indonesia (KAI) bilang, anggaran tersebut dapat menjadi potensi besar bagi perusahaan alutsista lokal. “Selain itu, kami lebih menyoroti dari soal niat pemerintah untuk dapat membantu swasta ini,” ujarnya ditemui di acara yang sama, Rabu (21/2).
Selain pasar nasional, produsen senjata api ini juga tengah menyasar pasar luar negeri. “Saat ini kami masih penjajakan di Uni Eropa dan kawasan Asean,” kata Dananjaya.
Untuk itu Komodo Armament Indonesia berharap agar pemerintah dapat menjadi produsen seperti mereka dengan user. Menurut Dananjaya, terkadang terobosan tersebut dirasa perlu.
Komodo Armament Indonesia yang memiliki pabrik di bekasi ini memproduksi hardware senjata api berupa pistol dan senapan laras panjang. Dengan mengandalkan dua lini produksi, pabrikan memiliki kapasitas terpasang 10.000 pistol per tahun dan 15.000 laras panjang per tahun.
Sementara itu, Bintoro, Direktur PT Wirajayadi Bahari menegaskan perusahaannya siap jika diminta untuk memasok kendaraan tempur militer Indonesia. “Kami punya kemampuan produksi dengan pabrik di Surabaya,” terangnya, Rabu (21/2).
Perusahaan tersebut memproduksi kendaraan pengangkut pasukan roda rantai. Bintoro mengklaim perusahaannya sebagai satu-satunya produsen kendaraan roda rantai di Indonesia saat ini. Pabrik Wirajayadi Bahari di Jawa Timur mampu memproduksi kurang lebih 10 unit kendaraan tempur setiap tahunnya.
Dorong Permintaan di Dalam Negeri
Turangga 4x4 APC produksi swasta [def.pk]
Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) menyelenggarakan rapat umum anggota luar biasa hari ini, Rabu (21/2). Para pelaku bisnis swasta ini mendorong pemakaian produk Pertahanan dan Keamanan (Hankam) dan alutsista buatan lokal di Indonesia.
Ketua Harian Pinhantanas Jan Pieter Ate mengatakan dari segi kemampuan sudah banyak industri dalam negeri yang siap menyuplai kebutuhan senjata dan produk hankam Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Dari segi produksi, sebenarnya industri dalam negeri mampu memasoknya,” sebutnya dalam pembukaan rapat tersebut, Rabu (21/2).
Secara garis besar terdapat empat kelompok usaha dalam industri hankam ini. Jan Pieter menjelaskan jenis produk tersebut meliputi land system (matra darat), naval system (matra laut) aerospace (matra udara) serta security (keamanan dan kepolisian). “Contohnya saja kapal selam, industri dalam negeri bahkan sudah mampu membangunnya mulai dari nol mulai dari rancangan, uji coba, prototype hingga produk final,” tegasnya.
Saat ini Pinhantanas mencatat ada sekitar 81 pelaku usaha di bidang hankam ini. “Namun baru sekitar 42 perusahaan yang tergabung bersama kami, karena cukup ketat dan keanggotaan perlu verifikasi,” sebut Jan Pieter.
Pinhantanas menaksir, kebutuhan alat hankam Indonesia saat ini baru dipenuhi oleh industri lokal kisaran 20%-30%. “Masih banyak yang impor, itu kenapa hal ini bisa jadi peluang bagi industri dalam negeri, khususnya swasta,” kata Jan Pieter.
Jan Pieter menambahkan, bersandar pada Undang-Undang 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pada pasal 43 dan 44 menyatakan pengguna peralatan hankam wajib menggunakan produk yang diproduksi di dalam negeri. Pinhantas mencatat anggaran dana Pinjaman Dalam Negeri (PDN) yang dialokasikan pemerintah untuk pembelian alutsista mencapai Rp 15 triliun untuk periode 2015-2019.
“Akan tetapi sampai 2017 kemarin masih bersisa Rp 9 triliun, ini penanda masih ada banyak kebutuhan yang belum tergarap,” pungkasnya.
Post a Comment