Wilayah Udara Sebagai Teritorial TNI AU
Wilayah udara seperti halnya wilayah darat dan laut, merupakan wahana transportasi bagi manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain menggunakan sarana transportasi. Bahkan melalui udara, perpindahan manusia menggunakan pesawat udara lebih cepat dibandingkan melalui transportasi darat dan laut.
Sebagai wahana manusia, wilayah udara ternyata juga dimiliki oleh suatu negara. Hal ini sesuai dengan dalil hukum Romawi “Cujus est solumn, ejus est usque ad coelum”, yang berarti barang siapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai ke langit dan segala apa yang berada di dalam tanah.
Menyadari bahwa wilayah udara juga merupakan bagian dari teritorial, maka TNI Angkatan Udara sebagai aparat pertahanan Negara di udara, merupakan alat Negara yang bertugas menjaga wilayah udara dari pelanggaran penerbangan pesawat asing. Unsur-unsur penjaga wilayah udara TNI AU adalah Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) yang berada di wilayah Lanud Halim Perdanakusuma.
Di bawah Kohanudnas terdapat Komando Sektor I-IV yang bertugas menjaga wilayah udara dari barat hingga ke timur melalui radar yang tersebar di berbagai daerah. Selain Kohanudnas setiap pangkalan udara juga mempunyai kewajiban menjaga wilayah udara dengan perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Salah satu peristiwa penjagaan wilayah udara yang dilakukan baru-baru ini adalah oleh Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada pertengahan Maret 2017 lalu.
Saat itu personel Lanud Halim Perdanakusuma umumnya tengah berlibur karena Hari Minggu, namun prajurit di bagian operasional penerbangan masih melayani penerbangan dan mengawasi pesawat asing. Siang itu sebuah pesawat udara jenis Cessna C-208B dengan registrasi VH-ZKA dipiloti oleh Captain Pilot Mark Herradence (66) dan Hamilton Grant Dowson (55), berkebangsaan Australia yang terbukti melakukan pelanggaran penerbangan dan diperiksa aparat Lanud Halim Perdanakusuma. Pesawat dengan rute Seletar (Singapura)-Bali tersebut menyimpang dari rute seharusnya yang tercantum dalam flight clearance dan mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma pada pukul 04.54 UTC (11.54WIB) karena kehabisan fuel.
Setelah Pesawat mendarat, atas perintah Komandan Lanud Halim P. Marsma TNI Fadjar Prasetyo, S.E., M.P.P., segenap pejabat dan petugas terkait melakukan pemeriksaan terhadap pesawat, awak pesawat, barang bawaan, serta berkas administrasi penerbangan di Apron Bandara didampingi oleh petugas otoritas bandara, petugas imigrasi, custom dan petugas bea cukai.
Dari pemeriksaan diketahui crew membuat Flight Plan dengan rute penerbangan Seletar-Halim Perdanakusuma (Jakarta), tidak memiliki lembar copy flight clearence dan hanya mengetahui nomornya saja. Sesuai Flight Clearence nomor 2083/1603/NONSCHED-INT/2017 Pesawat Cessna VH-ZKA seharusnya terbang dengan rute XSP/SIN/SZB-DPS-BME/DRW/PHE, tetapi dengan alasan keterbatasan fuel endurance maka crew membuat penerbangan menuju ke Halim untuk technical landing, menyimpang dari rute seharusnya.
Menindaklanjuti kejadian tersebut Komandan Lanud Halim memerintahkan untuk dilakukan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Personel Dinas Operasi, Polisi Militer, Intelud, Hukum, Penerangan Lanud Halim didampingi oleh petugas Otoritas Bandara dan Kemenhub memeriksa kedua awak pesawat di Ruang Rapat Airnav, Bandara Halim Perdanakusuma. Letkol Pnb Noto Casnoto, Kasi Baseops Lanud Halim P., memimpin pemeriksaan tersebut. Ia menyebutkan “Pesawat VH-ZKA dan dua awaknya diperiksa atas penerbangan yang dilakukan tidak sesuai dengan rute yang tercantum dalam flight clearence, mereka tidak diizinkan untuk melanjutkan penerbangan dan wajib mengikuti ketentuan proses hukum yang berlaku”, ujarnya.
Dalam pemeriksaan tersebut Letnan Kolonel Noto Casnoto didampingi oleh para pejabat staf Lanud Halim Perdanakusuma dari Staf Hukum, Polisi Militer, Intelijen dan Pengamanan, Penerangan, sedangkan dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub terdapat empat pejabat Inspektur Angkutan Udara, hadir juga di dalamnya Kadivops Bandara Halim, petugas Airnav dan perwakilan dari PT Biomantara Sari Rahayu Biomantara sebagai ground handling VH-ZKA CGG Aviation. Empat petugas Ditjen Perhubungan Udara diketuai Ervina Hutagalung membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), memeriksa Captain Pilot Mark Harradence dan PT Sari Rahayu Biomantara yang membantu proses pengurusan Flight Clearence pihak CGG Aviation pada Pemerintah Indonesia.
Dalam BAP disebutkan pesawat tidak bisa melanjutkan penerbangan sebelum Flight Clereance tentang perubahan rute dan izin penerbangan baru diperoleh dari Pemerintah Indonesia. Selain itu, karena pesawat telah melakukan pelanggaran rute penerbangan maka dianggap melanggar Undang-undang Penerbangan Nasional.
Pihak Inspektur Udara Angkutan Udara Kemenhub selanjutnya menyerahkan BAP yang telah ditandatangani oleh ketiga pihak tersebut pada bagian hukum Kemenhub untuk keperluan analisa terhadap jenis pelanggaran dan sangsi yang akan dikenakannya. “Diperkirakan pihak operator penerbangan Australia itu akan dikenakan denda minimal 300 juta dan maksimal 1 milyar rupiah,” ujar Ervina Hutagalung.
Kedua air crew Cessna selanjutnya dengan pendampingan dari pihak PT Sari Rahayu Biomantara harus menunggu hasil pemeriksaan selama beberapa hari ke depan atas jenis pelanggaran hukum udara yang dilakukannya, sebelum kembali ke Australia. Selama menunggu proses hukum, mereka harus berada di Ibukota Jakarta. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa ada pelanggar terhadap kedaulatan wilayah udara nasional dan ada tindakan dari aparat pemerintah dari pejabat terkait untuk menghukum bagi para pelanggarnya.
Sebagai wahana manusia, wilayah udara ternyata juga dimiliki oleh suatu negara. Hal ini sesuai dengan dalil hukum Romawi “Cujus est solumn, ejus est usque ad coelum”, yang berarti barang siapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai ke langit dan segala apa yang berada di dalam tanah.
Menyadari bahwa wilayah udara juga merupakan bagian dari teritorial, maka TNI Angkatan Udara sebagai aparat pertahanan Negara di udara, merupakan alat Negara yang bertugas menjaga wilayah udara dari pelanggaran penerbangan pesawat asing. Unsur-unsur penjaga wilayah udara TNI AU adalah Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) yang berada di wilayah Lanud Halim Perdanakusuma.
Di bawah Kohanudnas terdapat Komando Sektor I-IV yang bertugas menjaga wilayah udara dari barat hingga ke timur melalui radar yang tersebar di berbagai daerah. Selain Kohanudnas setiap pangkalan udara juga mempunyai kewajiban menjaga wilayah udara dengan perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Salah satu peristiwa penjagaan wilayah udara yang dilakukan baru-baru ini adalah oleh Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada pertengahan Maret 2017 lalu.
Saat itu personel Lanud Halim Perdanakusuma umumnya tengah berlibur karena Hari Minggu, namun prajurit di bagian operasional penerbangan masih melayani penerbangan dan mengawasi pesawat asing. Siang itu sebuah pesawat udara jenis Cessna C-208B dengan registrasi VH-ZKA dipiloti oleh Captain Pilot Mark Herradence (66) dan Hamilton Grant Dowson (55), berkebangsaan Australia yang terbukti melakukan pelanggaran penerbangan dan diperiksa aparat Lanud Halim Perdanakusuma. Pesawat dengan rute Seletar (Singapura)-Bali tersebut menyimpang dari rute seharusnya yang tercantum dalam flight clearance dan mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma pada pukul 04.54 UTC (11.54WIB) karena kehabisan fuel.
Setelah Pesawat mendarat, atas perintah Komandan Lanud Halim P. Marsma TNI Fadjar Prasetyo, S.E., M.P.P., segenap pejabat dan petugas terkait melakukan pemeriksaan terhadap pesawat, awak pesawat, barang bawaan, serta berkas administrasi penerbangan di Apron Bandara didampingi oleh petugas otoritas bandara, petugas imigrasi, custom dan petugas bea cukai.
Dari pemeriksaan diketahui crew membuat Flight Plan dengan rute penerbangan Seletar-Halim Perdanakusuma (Jakarta), tidak memiliki lembar copy flight clearence dan hanya mengetahui nomornya saja. Sesuai Flight Clearence nomor 2083/1603/NONSCHED-INT/2017 Pesawat Cessna VH-ZKA seharusnya terbang dengan rute XSP/SIN/SZB-DPS-BME/DRW/PHE, tetapi dengan alasan keterbatasan fuel endurance maka crew membuat penerbangan menuju ke Halim untuk technical landing, menyimpang dari rute seharusnya.
Menindaklanjuti kejadian tersebut Komandan Lanud Halim memerintahkan untuk dilakukan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Personel Dinas Operasi, Polisi Militer, Intelud, Hukum, Penerangan Lanud Halim didampingi oleh petugas Otoritas Bandara dan Kemenhub memeriksa kedua awak pesawat di Ruang Rapat Airnav, Bandara Halim Perdanakusuma. Letkol Pnb Noto Casnoto, Kasi Baseops Lanud Halim P., memimpin pemeriksaan tersebut. Ia menyebutkan “Pesawat VH-ZKA dan dua awaknya diperiksa atas penerbangan yang dilakukan tidak sesuai dengan rute yang tercantum dalam flight clearence, mereka tidak diizinkan untuk melanjutkan penerbangan dan wajib mengikuti ketentuan proses hukum yang berlaku”, ujarnya.
Dalam pemeriksaan tersebut Letnan Kolonel Noto Casnoto didampingi oleh para pejabat staf Lanud Halim Perdanakusuma dari Staf Hukum, Polisi Militer, Intelijen dan Pengamanan, Penerangan, sedangkan dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub terdapat empat pejabat Inspektur Angkutan Udara, hadir juga di dalamnya Kadivops Bandara Halim, petugas Airnav dan perwakilan dari PT Biomantara Sari Rahayu Biomantara sebagai ground handling VH-ZKA CGG Aviation. Empat petugas Ditjen Perhubungan Udara diketuai Ervina Hutagalung membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), memeriksa Captain Pilot Mark Harradence dan PT Sari Rahayu Biomantara yang membantu proses pengurusan Flight Clearence pihak CGG Aviation pada Pemerintah Indonesia.
Dalam BAP disebutkan pesawat tidak bisa melanjutkan penerbangan sebelum Flight Clereance tentang perubahan rute dan izin penerbangan baru diperoleh dari Pemerintah Indonesia. Selain itu, karena pesawat telah melakukan pelanggaran rute penerbangan maka dianggap melanggar Undang-undang Penerbangan Nasional.
Pihak Inspektur Udara Angkutan Udara Kemenhub selanjutnya menyerahkan BAP yang telah ditandatangani oleh ketiga pihak tersebut pada bagian hukum Kemenhub untuk keperluan analisa terhadap jenis pelanggaran dan sangsi yang akan dikenakannya. “Diperkirakan pihak operator penerbangan Australia itu akan dikenakan denda minimal 300 juta dan maksimal 1 milyar rupiah,” ujar Ervina Hutagalung.
Kedua air crew Cessna selanjutnya dengan pendampingan dari pihak PT Sari Rahayu Biomantara harus menunggu hasil pemeriksaan selama beberapa hari ke depan atas jenis pelanggaran hukum udara yang dilakukannya, sebelum kembali ke Australia. Selama menunggu proses hukum, mereka harus berada di Ibukota Jakarta. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa ada pelanggar terhadap kedaulatan wilayah udara nasional dan ada tindakan dari aparat pemerintah dari pejabat terkait untuk menghukum bagi para pelanggarnya.
Post a Comment