Kementerian Pertahanan RI Hadapi Arbitrase Internasional
Ilustrasi Satelit ★
Dewan Pewakilan Rakyat akan memanggil Kementerian Pertahanan pekan depan terkait dengan tuntutan perusahaan penjualan dan penyewaaan satelit Avanti Communications Group, melalui Pengadilan Arbitrase Internasional (Court of International Arbitration/ LCIA), London, Inggris.
“Kami akan panggil Kemhan untuk meminta informasi rinci. DPR sudah mendapat informasi soal tuduhan wanrestasi dari Avanti Commun ication Group,” kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari, Kamis 5 April 2018, di Jakarta.
Abdul mengakui tidak mengetahui duduk soalnya secara teknis. Ia bahkan belum memastikan bagian mana dari perjanjian yang dilanggar Kemhan selain juga soal satelit mana yang dianggap wanprestasi. “Saya belum pasti, apa ini soal sewa satelit atau pembelian satelit, atau terkait orbit mana,” ujarnya.
Menurut Abdul, pihaknya menanyakan terlebih dahulu kepada Kemhan apakah tidak ada jalan negosiasi di Pengadilan Arbitrase Internasional itu.”DPR dan Kemhan akan bekerja sama agar gugatan itu bias dihadapi sebaik-baiknya. Ini urusan Merah Putih,” katanya.
Sebagaimana dikutip dari situs avanti.plc Direktur Avanti Paul Walsh, dalam laporan ter tulisnya yang ditandatangani pada Desember 2017, menyatakan, Avanti sudah melakukan semua kewajibannya. Bahkan, pihaknya telah melonggarkan tenggang untuk pembayaran dari Kemhan. Namun, hingga kini tidak ada titik terang soal pembayaran.
Avanti kemudian menghentikan kontrak dan memperkarakan Pemerintah Indonesia ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemhan sebesar 16,8 juta dollar AS. “Selama ini, tak ada bantahan dari Pemerintah Indonesia dan kami yakin tuntutan kami ini bisa dipenuhi di Arbitrase,” demikian laporan Avanti tersebut.
Pengadilan Arbitrase London adalah lembaga yang dipilih kedua pihak untuk menyelesaikan masalah, jika muncul sengketa pelaksanaan kontrak. Pilihan disepakati kedua pihak dan dituangkan dalam klausul penyelesaian sengketa di dalam kontrak. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Totok Sugiharto membenarkan adanya tudingan wanprestasi dari Avanti ke Kemhan terkait dengan penyewaan satelit di 123 derajat Bujur Timur. Sejauh ini, Kemhan memang menyewa satelit Avanti untuk bias mengisi slot 123 BT yang jika tidak segera diisi akan diambil alih Negara lain.
Namun terkait dengan tuduhan wanprestasi, Totok tidak merinci. “Ada kendala memang,” katanya.
Siap Hadapi
Akibat tuduhan wanprestasi oleh perusahaan yang berkedudukan di London itu, Totok membenarkan Kemhan akan menghadapi siding arbitrase.
“Sidangnya dalam waktu dekat,” ujarnya.
Menurut dia, Kemhan sebenarnya sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk persiapan gugatan itu. Sebelumnya, rencana penanganan sengketa lewat arbitrase tersebut sudah dibahas dalam rapat dengan Komisi I DPR dan Direktur Jendral Rencana Pertahanan dan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan.
“Seandainya Menteri Pertahanan dipanggil, tentu tim akan menjelaskan rinci persiapan Indonesia menghadapi gugatan tersebut,“ ujar Totok.
Dewan Pewakilan Rakyat akan memanggil Kementerian Pertahanan pekan depan terkait dengan tuntutan perusahaan penjualan dan penyewaaan satelit Avanti Communications Group, melalui Pengadilan Arbitrase Internasional (Court of International Arbitration/ LCIA), London, Inggris.
“Kami akan panggil Kemhan untuk meminta informasi rinci. DPR sudah mendapat informasi soal tuduhan wanrestasi dari Avanti Commun ication Group,” kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari, Kamis 5 April 2018, di Jakarta.
Abdul mengakui tidak mengetahui duduk soalnya secara teknis. Ia bahkan belum memastikan bagian mana dari perjanjian yang dilanggar Kemhan selain juga soal satelit mana yang dianggap wanprestasi. “Saya belum pasti, apa ini soal sewa satelit atau pembelian satelit, atau terkait orbit mana,” ujarnya.
Menurut Abdul, pihaknya menanyakan terlebih dahulu kepada Kemhan apakah tidak ada jalan negosiasi di Pengadilan Arbitrase Internasional itu.”DPR dan Kemhan akan bekerja sama agar gugatan itu bias dihadapi sebaik-baiknya. Ini urusan Merah Putih,” katanya.
Sebagaimana dikutip dari situs avanti.plc Direktur Avanti Paul Walsh, dalam laporan ter tulisnya yang ditandatangani pada Desember 2017, menyatakan, Avanti sudah melakukan semua kewajibannya. Bahkan, pihaknya telah melonggarkan tenggang untuk pembayaran dari Kemhan. Namun, hingga kini tidak ada titik terang soal pembayaran.
Avanti kemudian menghentikan kontrak dan memperkarakan Pemerintah Indonesia ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemhan sebesar 16,8 juta dollar AS. “Selama ini, tak ada bantahan dari Pemerintah Indonesia dan kami yakin tuntutan kami ini bisa dipenuhi di Arbitrase,” demikian laporan Avanti tersebut.
Pengadilan Arbitrase London adalah lembaga yang dipilih kedua pihak untuk menyelesaikan masalah, jika muncul sengketa pelaksanaan kontrak. Pilihan disepakati kedua pihak dan dituangkan dalam klausul penyelesaian sengketa di dalam kontrak. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Totok Sugiharto membenarkan adanya tudingan wanprestasi dari Avanti ke Kemhan terkait dengan penyewaan satelit di 123 derajat Bujur Timur. Sejauh ini, Kemhan memang menyewa satelit Avanti untuk bias mengisi slot 123 BT yang jika tidak segera diisi akan diambil alih Negara lain.
Namun terkait dengan tuduhan wanprestasi, Totok tidak merinci. “Ada kendala memang,” katanya.
Siap Hadapi
Akibat tuduhan wanprestasi oleh perusahaan yang berkedudukan di London itu, Totok membenarkan Kemhan akan menghadapi siding arbitrase.
“Sidangnya dalam waktu dekat,” ujarnya.
Menurut dia, Kemhan sebenarnya sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk persiapan gugatan itu. Sebelumnya, rencana penanganan sengketa lewat arbitrase tersebut sudah dibahas dalam rapat dengan Komisi I DPR dan Direktur Jendral Rencana Pertahanan dan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan.
“Seandainya Menteri Pertahanan dipanggil, tentu tim akan menjelaskan rinci persiapan Indonesia menghadapi gugatan tersebut,“ ujar Totok.
★ Kompas
Post a Comment