Membeli 11 Unit SU-35, Indonesia Terancam Sanksi Embargo Oleh Amerika Serikat
Su-35 Image |
Indonesia termasuk negara yang berpotensi mendapatkan sanksi embargo dari Amerika serikat sehubungan dengan pembelian 11 unit pesawat tempur Su-35 Super Flanker dari Rusia. Dilansir dari cnnindonesia.com (17/02/2018), setelah kontrak ditandatangani, Sukhoi Su-35 akan dikirim dalam 3 tahap. Jika semuanya lancar, 11
unit Sukhoi akan lengkap dalam jangka 23 bulan setelah kontrak diteken. Pemilihan Su-35 dan gelagat mendekatnya Indonesia ke blok timur menarik perhatian media-media baik dalam dan luar negeri. Pada saat Indonesia ingin membeli pesawat tempur baru, dilansir dari merdeka.com (11/10/2015), Amerika Serikat sudah membujuk keras Indonesia agar mau membeli varian F-16 terbaru, tetapi Indonesia tetap memutuskan untuk membeli Su-35 dari Rusia.
Sukhoi Su-35 Image |
Pada Bulan Januari lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis menyampaikan adanya keberatan pemerintah Amerika Serikat karena Indonesia membeli Su-35 dari Rusia saat kunjungannya ke Indonesia Januari 2018 silam, demikian yang dikutip dari news.detik.com (23/01/2018), Menhan Ryamizard mengatakan bahwa Indonesia aman dari Embargo AS. Meskipun demikian, pengamat militer berpendapat sanksi embargo tetap mengintai Indonesia akibat pembelian Sukhoi Su-35 ini.
Sukhoi Su-35 Image |
Wiranto mengatakan, “Masalah ancaman-ancaman, sanksi saya kira Indonesia tidak terlalu memikirkan masalah itu”. Pernyataan Wiranto tersebut menanggpi kemungkinan embargo dari Amerika Serikat jika Indonesia membeli Sukhoi dari Rusia. Wiranto menegaskan Indonesia merupakan negara yang menganut politik bebas aktif dalam berinteraksi dengan negara lain. Prinsip itu, kata Wiranto, harus dihormati oleh negara lain.
Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa penyerahan pertama dua pesawat tempur Sukhoi Su-35, dari total 11 pesawat yang dipesan, tetap sesuai jadwal pada tahun ini. Para pejabat mengatakan sejauh ini mereka tidak mengantisipasi adanya perubahan kesepakatan dengan Rusia. Para pejabat pemerintah Indonesia seperti dilaporkan Reuters, Selasa (24/04/2018), mengaku tidak mengantisipasi adanya perubahan pada kesepakatan dengan Rusia.
Negara Asia lain yang terancam dengan sanksi tersebut adalah India. Seperti diketahui bahwa India baru saja menyetujui pembelian alutsista senilai USD6 miliar (setara Rp83,4 triliun) dengan Rusia, di antaranya lima unit sistem pertahanan rudal darat-ke-udara S-400. Kesepakatan itu dilakukan oleh Perdana Menteri India, Narendra Modi dengan Presiden Vladimir Putin pada tahun 2016. Sistem itu dibuat oleh Almaz-Antey Air and Space Defense Corporation dan diekspor melalui Rosoboronexport yang sebelumnya masuk dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi Washington.
“Pembelian senjata besar-besaran dari Rusia terlihat cukup ‘rapuh’ dari sudut pandang negara-negara Barat, terutama pada saat hubungan Rusia dengan negara Barat berada pada titik terendah. Di sisi lain, India mencari konvergensi hubungan strategis dengan Barat, termasuk AS,” demikian dikatakan oleh Abhijnan Rej, seorang pengamat strategi pertahanan di lembaga Observer Research Foundation,sebuah think-tank di New Delhi, seperti dikutip Reuters.
Demikian juga dengan Vietnam yang telah mengoperasikan jet tempur Su-30 Rusia dan menggunakan sistem pertahanan udara S-300, ingin melanjutkan memodernisasi peralatan militernya dengan dukungan Rusia.
Seorang sarjana militer Vietnam, Carl Thayer, yakin bahwa Moskow masih mendorong Hanoi untuk berinvestasi dalam sistem pertahanan rudal S-400 sebagai bagian dari rencana militer jangka panjangnya.
“Saya pikir jelas bahwa Rusia masih menekan Vietnam untuk kesepakatan besar,” kata Thayer. Namun, ambisi militer Vitenam juga bisa terganggu karena AS saat ini bekerja keras untuk mempromosikan penjualan perangkat keras militer Washington dan menjatuhkan sanksi terhadap agen pengekspor Rusia, sebagaimana dikutip dari laman international.sindonews.com (24/04/2018).
Post a Comment