Kapal Selam TNI AL Sandar di Bitung

Siaga Serangan ISIS di Marawi, Mindanao selatan, Filipina, menjadi ancaman untuk Sulut. Dikuatirkan, kelompok ISIS akan menyeberang ke pulau-pulau terdekat Sulut, seperti Miangas untuk lari ketika terdesak. Karena diketahui, Presiden Filipina Rodrigo Duterte terus melakukan tekanan kepada kelompok Maute, yang berafiliasi dengan ISIS.

Jaksa Agung Jose Calida di Davao mengatakan, yang terjadi di Mindanao bukan lagi pemberontakan warga Filipina tapi sudah menjadi invasi orang asing. “Terdapat warga Malaysia, Indonesia, dan Singapura serta orang asing lainnya yang bergabung dengan kelompok Maute yang menyerang kota Marawi,” katanya.

Calida mengatakan, orang-orang asing itu mendapat panggilan dari ISIS untuk berangkat ke Mindanao. ISIS meminta mereka mendirikan sebuah wilayat atau provinsi ISIS jika mereka tak bisa berperang di Irak atau Suriah.

Brigadir Jenderal Rastituto Padilla, juru bicara militer Filipina mengatakan, enam anggota kelompok militan tewas dalam pertempuran di Marawi, kemarin. Di antara anggota militan yang tewas terdapat warga Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Lanjutnya, sejauh ini 11 tentara, dua polisi, dan 31 anggota kelompok militan tewas dalam pertempuran di Marawi yang sudah memasuki hari keempat.

Di Sulut sendiri, pengaman TNI-Polri terus ditingkatkan. Di antaranya dengan mengerahkan kapal selam KRI Cakra-401 milik TNI AL. Kapal selam ini sudah sandar di dermaga Samla, Bitung, kemarin (26/5).

Danlantamal VIII/Manado Laksma TNI Suselo tidak membantah itu. Tapi menurutnya, KRI KRI Cakra-401 bukan semata-mata untuk mencegah masuknya kelompok ISIS dari Filipina lewat jalur perairan. “Itu memang dalam rangka operasi,” tandasnya.

Lanjutnya, Lantamal VIII/Manado juga terus menyiagakan prajurit dan kapal perangnya di Pos TNI AL di Nusa Utara. Karena pulau-pulau di Nusa Utara yang berdekatan dengan Filipina. “Setiap ada kapal diperiksa kelengkapan serta dipastikan keperluannya. Jika dimungkinkan kita izinkan,” kata Suselo.

Menurutnya, ada empat Lanal yang ditempatkan di wilayah hukumnya. “Marore, Gorontalo, Palu, Balikpapan. Semua untuk menangkal adanya ancaman,” terang Laksma Suselo.

Terpisah, Kapolda Sulut Irjen Pol Bambang Waskito mengungkap, pihaknya sudah menyebar intelijen ke pelosok hingga perbatasan. Ini untuk mencegah masuknya kelompok teroris ke Sulut. “Masyarakat tidak perlu khawatir. Tetap beraktivitas seperti biasanya. Polisi dan TNI terus meningkatkan patroli dan razia,” ungkap jenderal bintang dua.

Meski belum ada ancaman nyata, menurutnya Polda tetap bersinergi dengan jajaran TNI di Sulut. “Mengingat Sulut berbatasan langsung dengan Filipina. Kami terus mengawasi perkembangan kelompok radikal ini. Masyarakat, kami harap ikut melakukan antisipasi dengan melapor jika ada yang mencurigakan,” tandas Kapolda.

Pangdam XIII/Merdeka Mayjen Ganip Warsito menegaskan, TNI AD di Sulut juga siaga menangkal masuknya teroris. “Kita deteksi dulu. Intelijen juga sudah disebar hingga ke perbatasan. Hingga kini wilayah kita masih aman-aman. Masyarakat tidak perlu takut,” yakinnya.

Bagaimana untuk pengamanan udara? Danlanudsri Kolonel Pnb Arifaini Dwiyanto menegaskan, pesawat tempur dari skadron yang membawahi wilayah pengamanan hingga ke Sulut, sering melakukan patroli pengamanan. “Ini juga untuk mengantisipasi ancaman-ancaman yang sama-sama tidak kita inginkan,” singkatnya.

Di tempat lain, Komandan Kodim (Dandim) 1301 Satal Letkol Inf Saiful Parenrengi mengatakan, sebagai Satuan Tugas (Satgas) pulau terluar —terutama Miangas, Marore dan Marampit, yang dekat dengan Filipina— sudah melaksanakan koordinasi. Koordinasi ini secara instens dilakukan dengan Pos Angkatan Laut dan Polsek. “Termasuk juga melibatkan Beacukai dan Imigrasi yang nantinya akan melaksanakan patroli gabungan di sekitar pantai atau di wilayah laut. Terutama mengamati dan menangkap langsung serta menanyai orang asing yang masuk ke wilayah tersebut,” katanya.

Lanjutnya, karena diketahui, wilayah laut di Satal sering dijadikan tempat perlintasan orang Filipina yang masuk ke wilayah Sulut. “Termasuk orang dari Filipina yang mencari hasil laut kita akan selidiki. Karena bisa saja tujuannya bukan mencari ikan tetapi membawa senjata ataupun bahan-bahan peledak yang dapat membahayakan keutuhan negara kita," tegas Parenrengi.

Dia juga menambahkan, nantinya ada patroli laut yang berlaku untuk setiap pelanggar batas wilayah yang saat ini sudah dilaksanakan secara intens. “Apabila nanti sifatnya sangat menonjol dan bisa membahayakan negara, mungkin kita akan fokuskan kekuatan merambat ke Miangas, Marore dan Marampit. Namun sampai sejauh ini berdasarkan laporan satgas yang ada di pulau-pulau tersebut belum ditemukan hal-hal yang menonjol. Namun tugas dan tanggung jawab kita tetap mengamankan perbatasan terutama wilayah laut. Apabila ada penonjolan kegiatan kami akan melaporkan ke komando atas Korem dan Kodam," pungkasnya.

Terpisah Kapolres Sangihe AKBP I Dewa Made Adyana SIK mengungkapkan, untuk mengantisipasi jaringan ISIS ke Sangihe, Polres akan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan tamu wajib lapor 1x24 jam. "Kami akan sampaikan ke pemda agar meneruskan ke pemerintah kampung atau kelurahan untuk mengaktifkan tamu wajib lapor bagi pendatang baru yang hendak menginap. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi orang-orang baru," ungkap Kapolres.

Bupati Sangihe Jabes Ezar Gaghana menuturkan akan segera mengaktifkan tamu wajib lapor 1x24 jam. "Kita memang harus berjaga-jaga jadi nantinya tamu wajib lapor 1x24 jam akan diaktifkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," tandas Gaghana.

Sementara itu, pakar hukum di Sulut ikut memberi solusi bagi aparat untuk mencegah masuknya ISIS dari Filipina. Wempi Kumendong SH MH mengatakan, saat ini ISIS rawan masuk ke Sulut karena mereka sudah berada dekat perbatasan Indonesia (Sulut). “Jadi Polda dan TNI harus melakukan penjagaan ketat,” tegasnya.

Lanjut Kumendong, masyarakat harus membantu aparat untuk menjaga keamanan. “Misalkan jika melihat oknum-oknum mencurigakan segera melapor ke pihak berwajib,” ujarnya. Untuk daerah perbatasan harus diperketat pengawasannya. “Misalkan di bandara, pelabuhan, atau terminal, itu mesti ekstra ketat lagi (pengamanan). Kalau perlu dilakukan sweeping dengan menanyakan KTP dan tanya asal mana,” tutup dosen Unsrat ini.

Pengamat hukum Toar Palilingan SH MH juga senada. Menurutnya, Polda dan TNI di Sulut harus memberikan keamanan yang lebih ketat di semua potensi pintu masuk. “Terlebih khusus di kepulauan. Kan, kalau di Sulut pasti penjagaannya sudah dipersiapkan. Tapi kalau orang yang tinggal di pinggiran pantai, akses terbuka lebar,” kata Palilingan.

Lanjutnya, saat ini di Sulut sudah ada Kodam XIII/Merdeka. Otomatis sudah bertambah personil untuk keamanan. “Pastinya ada gerakan bawah tanah juga. Itu merupakan salah satu gerakan secara diam-diam yang harus dilakukan aparat keamanan,” jelasnya.

Di sisi lain, ia menyebutkan, jika ada tamu yang datang, kemudian sudah sehari, itu wajib melapor ke pemerintah setempat. “Karena mungkin kita tidak tahu kalau ISIS sudah berada di antara kita. Mungkin karena kita yang super cuek,” katanya.

Ia mengatakan masyarakat harus lebih waspada. Paling penting membantu pemerintah dalam menjaga daerah. “Saya berharap Polda dan TNI bergerak cepat melakukan penjagaan berbagai titik. Karena ISIS rawan masuk ke Sulut memang,” kuncinya. (Tim MP/can)


  ★ Manado Post