DPR Desak Presiden Tambah Anggaran TNI
Perkuat PertahananKomisi I DPR mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan anggaran pertahanan bagi TNI. [Foto/SINDOnews/Dok] ●
Komisi I DPR mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan anggaran pertahanan bagi TNI. Hal itu penting mengingat tingginya ancaman dan luas wilayah yang harus jaga.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon. Menurutnya, Indonesia merupakan wilayah yang strategis.
"Apalagi dari luar, di mana Indonesia sebagai wilayah strategis yang dalam tanda petik diperebutkan banyak pihak di luar negeri, Indonesia harus mempunyai kekuatan angkatan bersenjata yang memiliki efek deteren," kata Effendi Simbolon, Selasa (3/10/2017).
Menurut Effendi, TNI sebaiknya tidak hanya memiliki kemampuan untuk bertahan tapi juga memberikan deterrence effect atau efek gentar yang besar terhadap wilayah sekitar.
"Kita tahu di Laut China Selatan (LCS), kemudian di wilayah selatan dengan Australia, ada sekian ribu marinir di Darwin, kita juga konflik di Papua, yang sewaktu-waktu bisa merebak," ujarnya.
Politikus PDIP ini berharap, Jokowi dalam amanatnya pada HUT TNI nanti memberikan nuansa eskalasi dalam anggaran pertahanan TNI agar lebih besar. Sebab, melihat janji Presiden Jokowi pada pemilu lalu yang menyebutkan bahwa anggaran TNI harus mencapai 1,5% dari PDB.
"Tapi inikan hanya 0,8%. Ya minim sekali. Dibandingkan dengan tingkat ancaman dan luas wilayahnya, serta stabilitas di Asia Tenggara dan Asia Pasifik terus terang TNI masih jauh tertinggal. Ini tahun ketiga tapi anggaran yang diharapkan untuk menunjang tupoksi TNI tidak mencukupi," katanya.
Minimnya anggaran yang dialokasikan, kata Effendi, membuat TNI kesulitan dalam memenuhi program minimum essential force (MEF).
"Untuk mencapai minimum aja belum, bayangkan menuju MEF saja belum. Mana ada (realisasi MEF). Dukungan anggaran itu tidak harus setiap tahun, bisa tiga tahun ke depan, jadi setiap multiyears harus didukung anggaran yang melompat jauh," paparnya.
Membangun TNI yang profesional membutuhkan kesiapan alutsista, kesejahteraan dan sebagainya. Sudah saatnya TNI memiliki alutsista yang canggih dan modern. "Sudah saat nya Indonesia memiliki SU-35, kapal selam kilo, Heli Apache, Black Hawk, MI-35, dan MI-17, S-400," katanya.
Sebagai negara besar, Indonesia sewaktu-waktu bisa jadi daerah aneksasi. Menurut dia, jangan menyalahkan pertumbuhan ekonomi yang masih sekitar 5% untuk membangun pertahanan yang kuat.
"Nanti kalau sudah 7% baru saya kasih. Kenapa kamu defisit untuk hal yang exercise. Kenapa untuk yang pertahanan negara kamu tidak lakukan. Memangnya apa artinya semua kekayaan kalau kita dianeksasi, mau jadi Irak, Libya, Suriah kita?," tanyanya.
Meski memiliki anggaran yang minim, Effendi mengaku tetap mengapresiasi kinerja TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia.
Komisi I DPR mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan anggaran pertahanan bagi TNI. Hal itu penting mengingat tingginya ancaman dan luas wilayah yang harus jaga.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon. Menurutnya, Indonesia merupakan wilayah yang strategis.
"Apalagi dari luar, di mana Indonesia sebagai wilayah strategis yang dalam tanda petik diperebutkan banyak pihak di luar negeri, Indonesia harus mempunyai kekuatan angkatan bersenjata yang memiliki efek deteren," kata Effendi Simbolon, Selasa (3/10/2017).
Menurut Effendi, TNI sebaiknya tidak hanya memiliki kemampuan untuk bertahan tapi juga memberikan deterrence effect atau efek gentar yang besar terhadap wilayah sekitar.
"Kita tahu di Laut China Selatan (LCS), kemudian di wilayah selatan dengan Australia, ada sekian ribu marinir di Darwin, kita juga konflik di Papua, yang sewaktu-waktu bisa merebak," ujarnya.
Politikus PDIP ini berharap, Jokowi dalam amanatnya pada HUT TNI nanti memberikan nuansa eskalasi dalam anggaran pertahanan TNI agar lebih besar. Sebab, melihat janji Presiden Jokowi pada pemilu lalu yang menyebutkan bahwa anggaran TNI harus mencapai 1,5% dari PDB.
"Tapi inikan hanya 0,8%. Ya minim sekali. Dibandingkan dengan tingkat ancaman dan luas wilayahnya, serta stabilitas di Asia Tenggara dan Asia Pasifik terus terang TNI masih jauh tertinggal. Ini tahun ketiga tapi anggaran yang diharapkan untuk menunjang tupoksi TNI tidak mencukupi," katanya.
Minimnya anggaran yang dialokasikan, kata Effendi, membuat TNI kesulitan dalam memenuhi program minimum essential force (MEF).
"Untuk mencapai minimum aja belum, bayangkan menuju MEF saja belum. Mana ada (realisasi MEF). Dukungan anggaran itu tidak harus setiap tahun, bisa tiga tahun ke depan, jadi setiap multiyears harus didukung anggaran yang melompat jauh," paparnya.
Membangun TNI yang profesional membutuhkan kesiapan alutsista, kesejahteraan dan sebagainya. Sudah saatnya TNI memiliki alutsista yang canggih dan modern. "Sudah saat nya Indonesia memiliki SU-35, kapal selam kilo, Heli Apache, Black Hawk, MI-35, dan MI-17, S-400," katanya.
Sebagai negara besar, Indonesia sewaktu-waktu bisa jadi daerah aneksasi. Menurut dia, jangan menyalahkan pertumbuhan ekonomi yang masih sekitar 5% untuk membangun pertahanan yang kuat.
"Nanti kalau sudah 7% baru saya kasih. Kenapa kamu defisit untuk hal yang exercise. Kenapa untuk yang pertahanan negara kamu tidak lakukan. Memangnya apa artinya semua kekayaan kalau kita dianeksasi, mau jadi Irak, Libya, Suriah kita?," tanyanya.
Meski memiliki anggaran yang minim, Effendi mengaku tetap mengapresiasi kinerja TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia.
Post a Comment