[Dunia] Jepang Tawarkan Bantuan Untuk Bangun Kapal Selam
Jika negosiasi kontrak dengan perusahaan Perancis, Naval Group, akhirnya tak berhasil. Kapal selam kelas Soryu terbaru, Oryu, pertama didukung baterai lithium-ion. [JMSDF]
Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono, mengatakan negaranya akan tetap siap untuk mengekspor kapal selamnya ke Australia jika negosiasi kontrak yang berlarut-larut antara Departemen Pertahanan Australia dan perusahaan Perancis, Naval Group, akhirnya tak berhasil.
Dalam wawancara dengan ABC sebelum berangkat ke Sydney, Taro Kono juga mengisyaratkan bahwa Jepang akan bersedia melakukan patroli maritim bersama dengan Australia di Laut China Selatan, dan menyampaikan harapan agar rotasi pasukan akan terjadi “sesegera mungkin”.
Bulan lalu, ABC mengungkap frustrasi yang dirasakan Pemerintah Australia terhadap Naval Group atas proyek kapal selam di masa depan senilai $ 50 miliar (atau setara Rp 500 triliun), dan kekhawatiran bahwa perjanjian kemitraan strategis kunci tak mungkin ditandatangani sebelum akhir tahun.
Dalam satu-satunya wawancara yang dilakukan setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne, dan Menteri Pertahanan Australia, Christopher Pyne, Kano mengatakan Tokyo akan bersedia untuk masuk jika Australia memutuskan untuk melihat pilihan lain sebagai pengganti armada Collins Class yang menua.
“Itu mungkin – tetapi terserah kepada pemerintah Australia untuk memutuskannya,” kata Kano.
Pada tahun 2016, Tokyo mengungkapkan kekecewaan yang mendalam setelah pemerintahan Turnbull memberi kontrak kapal selam yang menguntungkan bagi Perancis ketimbang tawaran Jepang dan Jerman yang bersaing.
Kano menekankan ia tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Jepang untuk mempersiapkan penawaran lain jika Australia kembali mendekati pemerintahnya.
“Ya, saya harus mengecek dengan Departemen Pertahanan dan industri terkait,” katanya.
Minggu lalu Jepang merayakan peluncuran kapal selam kelas Soryu terbaru, Oryu, yang pertama dari armada yang akan didukung oleh baterai lithium-ion.
Menurut Euan Graham, seorang peneliti senior dari Lowy Institute, tawaran asli Jepang untuk membangun kapal selam masa depan Australia tak memenuhi standar teknis Departemen Pertahanan Australia, meskipun kapal selam kelas Soryu saat ini adalah kapal selam terbesar yang dioperasikan secara konvensional.
“Jika negosiasi dengan Perancis tak berhasil, Departemen Pertahanan menghadapi keputusan yang menakutkan tentang apakah akan kembali ke langkah awal, termasuk mungkin meninjau kembali opsi kapal selam bertenaga nuklir,” kata Graham.
Patroli Gabungan
Dalam pembicaraan tingkat tinggi pada hari Rabu (10/10/2018), Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Jepang serta Australia membahas opsi untuk kerjasama militer dan keamanan yang lebih dekat sebagai bagian dari strategi Tokyo dalam “Strategi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Kano mengatakan hal yang mungkin bahwa Jepang akhirnya bisa melakukan patroli maritim bersama dengan Australia di perairan yang diperebutkan dari Laut China Selatan.
“Kekuatan Bela Diri maritim kami menimbulkan pelabuhan strategis di negara-negara ASEAN dan ada banyak hal yang bisa kita lakukan bersama,” katanya.
“Laut China Selatan jelas merupakan wilayah yang sangat kontroversial, kami akan mempertimbangkan apa yang bisa kami lakukan bersama.”
“Kami tidak melakukan pengawasan permanen saat ini, tetapi kami bisa memikirkan banyak hal yang bisa kami lakukan bersama di banyak tempat.”
Menteri Luar Negeri Jepang juga menegaskan bahwa perjanjian “Status of Forces” dengan Australia hampir selesai.
Kesepakatan itu akan memungkinkan personel militer untuk melakukan perjalanan ke kedua negara untuk melakukan latihan bersama.
“Perjanjian ini sangat penting untuk kerja sama kami. Kami telah membuat kemajuan yang signifikan, hanya ada beberapa masalah yang tersisa untuk diselesaikan, jadi kami berharap pada akhir tahun ini kita pada dasarnya bisa mendapatkan kesepakatan,” katanya.
Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono, mengatakan negaranya akan tetap siap untuk mengekspor kapal selamnya ke Australia jika negosiasi kontrak yang berlarut-larut antara Departemen Pertahanan Australia dan perusahaan Perancis, Naval Group, akhirnya tak berhasil.
Dalam wawancara dengan ABC sebelum berangkat ke Sydney, Taro Kono juga mengisyaratkan bahwa Jepang akan bersedia melakukan patroli maritim bersama dengan Australia di Laut China Selatan, dan menyampaikan harapan agar rotasi pasukan akan terjadi “sesegera mungkin”.
Bulan lalu, ABC mengungkap frustrasi yang dirasakan Pemerintah Australia terhadap Naval Group atas proyek kapal selam di masa depan senilai $ 50 miliar (atau setara Rp 500 triliun), dan kekhawatiran bahwa perjanjian kemitraan strategis kunci tak mungkin ditandatangani sebelum akhir tahun.
Dalam satu-satunya wawancara yang dilakukan setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne, dan Menteri Pertahanan Australia, Christopher Pyne, Kano mengatakan Tokyo akan bersedia untuk masuk jika Australia memutuskan untuk melihat pilihan lain sebagai pengganti armada Collins Class yang menua.
“Itu mungkin – tetapi terserah kepada pemerintah Australia untuk memutuskannya,” kata Kano.
Pada tahun 2016, Tokyo mengungkapkan kekecewaan yang mendalam setelah pemerintahan Turnbull memberi kontrak kapal selam yang menguntungkan bagi Perancis ketimbang tawaran Jepang dan Jerman yang bersaing.
Kano menekankan ia tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Jepang untuk mempersiapkan penawaran lain jika Australia kembali mendekati pemerintahnya.
“Ya, saya harus mengecek dengan Departemen Pertahanan dan industri terkait,” katanya.
Minggu lalu Jepang merayakan peluncuran kapal selam kelas Soryu terbaru, Oryu, yang pertama dari armada yang akan didukung oleh baterai lithium-ion.
Menurut Euan Graham, seorang peneliti senior dari Lowy Institute, tawaran asli Jepang untuk membangun kapal selam masa depan Australia tak memenuhi standar teknis Departemen Pertahanan Australia, meskipun kapal selam kelas Soryu saat ini adalah kapal selam terbesar yang dioperasikan secara konvensional.
“Jika negosiasi dengan Perancis tak berhasil, Departemen Pertahanan menghadapi keputusan yang menakutkan tentang apakah akan kembali ke langkah awal, termasuk mungkin meninjau kembali opsi kapal selam bertenaga nuklir,” kata Graham.
Patroli Gabungan
Dalam pembicaraan tingkat tinggi pada hari Rabu (10/10/2018), Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Jepang serta Australia membahas opsi untuk kerjasama militer dan keamanan yang lebih dekat sebagai bagian dari strategi Tokyo dalam “Strategi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Kano mengatakan hal yang mungkin bahwa Jepang akhirnya bisa melakukan patroli maritim bersama dengan Australia di perairan yang diperebutkan dari Laut China Selatan.
“Kekuatan Bela Diri maritim kami menimbulkan pelabuhan strategis di negara-negara ASEAN dan ada banyak hal yang bisa kita lakukan bersama,” katanya.
“Laut China Selatan jelas merupakan wilayah yang sangat kontroversial, kami akan mempertimbangkan apa yang bisa kami lakukan bersama.”
“Kami tidak melakukan pengawasan permanen saat ini, tetapi kami bisa memikirkan banyak hal yang bisa kami lakukan bersama di banyak tempat.”
Menteri Luar Negeri Jepang juga menegaskan bahwa perjanjian “Status of Forces” dengan Australia hampir selesai.
Kesepakatan itu akan memungkinkan personel militer untuk melakukan perjalanan ke kedua negara untuk melakukan latihan bersama.
“Perjanjian ini sangat penting untuk kerja sama kami. Kami telah membuat kemajuan yang signifikan, hanya ada beberapa masalah yang tersisa untuk diselesaikan, jadi kami berharap pada akhir tahun ini kita pada dasarnya bisa mendapatkan kesepakatan,” katanya.
Post a Comment