Indonesia Nunggak $ 200 Juta Dalam Proyek Pesawat Tempur
Ilustrasi KFX/IFX ✈️
Korea Selatan (Korsel) menyatakan Indonesia belum membayar tunggakan $ 200 juta dalam proyek jet tempur bersama senilai miliaran Dolar. Benarkah?
Dilansir AFP, Senin (22/10/2018), Korea Fighter eXperiment KFX adalah proyek senilai 8 triliun Won atau sekitar $ 7 miliar. Tujuan proyek ini untuk mengembangkan armada dari 120 pesawat tempur generasi baru yang asli, guna menggantikan pesawat Korsel bikinan Amerika Serikat (AS) yang semakin menua, yakni F-4 dan F-5.
Industri Kedirgantaraan Korea dan kedirgantaraan raksasa AS, Lockheed Martin, adalah kontraktor utama di proyek KFX itu. Mesin-mesinnya bakal disuplai oleh perusahaan besar General Electric.
Menurut pemberitaan AFP ini, Jakarta meneken persetujuan pada 2016 lampau untuk menjadi mitra junior. Jakarta akan menangani 20 persen dari biaya proyek serta menerima satu pesawat purwarupa (prototype). 100 Pekerja Indonesia akan ikut ambil bagian dalam pengembangan dan proses produksi.
Namun pihak Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan (DAPA) yang menangani pembelian alat utama sistem persenjataan menyatakan pada Senin (22/10/2018), Indonesia berhenti membayar bagiannya.
"Kami berencana untuk menunda negosiasi tambahan untuk menunggu pembayaran kontribusi Indonesia," kata juru bicara DAPA.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Wiranto mengatakan bahwa pihaknya sedang mencari upaya untuk membuat persetujuan baru secara keseluruhan.
"Dengan kondisi ekonomi nasional, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk merenegosiasi persetujuan itu," kata Wiranto, Jumat (19/10) kemarin.
Nilai tukar Rupiah sedang terpuruk ke titik terendah selama 20 tahun terakhir. Kondisi ini membuat pembayaran semakin mahal.
Wiranto menjelaskan, Jakarta ingin mengubah pembagian pembiayaan, pembiayaan produksi, transfer teknologi, dan hak intelektual.
"Ini jelas belum final karena kami butuh waktu. Semoga ini akan terselesaikan dalam waktu kurang dari setahun," kata Wiranto.
Namun demikian, juru bicara DAPA menekankan bahwa proyek bersama itu akan berlanjut dan pesawat tempur bakal dioperasikan sesuai rencana, yakni pada tahun 2026 nanti untuk mempertahankan Korea Selatan.
Negara tetangga mereka, yakni Korea Utara, dikenal sebagai pihak yang berkali-kali kena sanksi Dewan Keamanan PBB karena program nuklir dan misil balistiknya. (dnu/hans)
BKPM Beberkan Alasan RI Nego Ulang
Pemerintah Indonesia negosiasi ulang proyek pembuatan pesawat tempur kerjasama dengan Korea Selatan (Korsel), Korea Fighter eXperiment dan Indonesia Fighter eXperiment (KFX dan IFX). Ada sejumlah alasan pemerintah untuk renegosiasi pembuatan pesawat tempur tersebut.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, renegosiasi ini untuk penghematan devisa dalam rangka menjaga stabilitas rupiah.
"Restrukturisasi, renegosiasi program kerjasama KFX/IFX ini bagian upaya pemerintah menghemat devisa. Kan semua setoran pemerintah di program kerja sama pesawat tempur ini ke Korea semua dibayar devisa. Sementara mata uang negara berkembang termasuk rupiah masih mengalami tekanan yang luar biasa," jelasnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Thomas mengapresiasi keputusan pemerintah Korea Selatan yang menyetujui renegosiasi proyek tersebut. Dia melanjutkan, renegosiasi juga untuk menjaga kepercayaan investor Korea Selatan, terlebih Korea Selatan berada di urutan kedua atau ketiga penanam modal di Indonesia.
"Ini tujuan utama renegosiasi, pertama bagaimana menghemat devisa sementara ini, kedua menjaga iklim investasi," sambungnya.
Dalam pembuatan pesawat tempur ini, pemerintah akan menyetor anggaran negara. Thomas tak menyebut besaran anggaran tersebut, namun negosiasi ulang dilakukan juga untuk mengurangi tekanan APBN.
"Terus terang beban kepada APBN ini cukup besar apalagi jangka panjang, terus terang puluhan triliun dan kalau beli puluhan unit sampai ratusan triliun. Karena itu nggak mungkin kita sentuh di saat APBN tertekan, rupiah cukup tertekan," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto usai rakor mengatakan Presiden Jokowi memutuskan renegosiasi proyek kerja sama pesawat tempur dengan Korea Selatan.
"Dengan kondisi ekonomi nasional, maka Presiden telah memutuskan, bukan membatalkan, tapi merenegosiasikan," kata Wiranto.
Dia menjelaskan banyak poin yang akan dinegosiasikan ulang terkait program kerjasama tersebut, antara lain masalah pembiayaan dan alih teknologi.
"Banyak hal kita bicarakan, kemampuan pembiayaan Indonesia, persentase cost sharing untuk development, cost produksi, alih teknologi ke Indonesia bagaimana, keuntungan HAKI bagaimana, lalu pemasaran bagaimana, ini banyak sekali, nggak bisa sejam kita selesaikan. Kita hanya membentuk tim khusus untuk melakukan detil lagi yang harus kita renegosiasikan dengan pihak Korea Selatan," terangnya.
Wiranto menambahkan negosiasi ulang akan berlangsung selama setahun, namun dia berharap renegosiasi itu bisa diselesaikan lebih cepat.
Korea Selatan (Korsel) menyatakan Indonesia belum membayar tunggakan $ 200 juta dalam proyek jet tempur bersama senilai miliaran Dolar. Benarkah?
Dilansir AFP, Senin (22/10/2018), Korea Fighter eXperiment KFX adalah proyek senilai 8 triliun Won atau sekitar $ 7 miliar. Tujuan proyek ini untuk mengembangkan armada dari 120 pesawat tempur generasi baru yang asli, guna menggantikan pesawat Korsel bikinan Amerika Serikat (AS) yang semakin menua, yakni F-4 dan F-5.
Industri Kedirgantaraan Korea dan kedirgantaraan raksasa AS, Lockheed Martin, adalah kontraktor utama di proyek KFX itu. Mesin-mesinnya bakal disuplai oleh perusahaan besar General Electric.
Menurut pemberitaan AFP ini, Jakarta meneken persetujuan pada 2016 lampau untuk menjadi mitra junior. Jakarta akan menangani 20 persen dari biaya proyek serta menerima satu pesawat purwarupa (prototype). 100 Pekerja Indonesia akan ikut ambil bagian dalam pengembangan dan proses produksi.
Namun pihak Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan (DAPA) yang menangani pembelian alat utama sistem persenjataan menyatakan pada Senin (22/10/2018), Indonesia berhenti membayar bagiannya.
"Kami berencana untuk menunda negosiasi tambahan untuk menunggu pembayaran kontribusi Indonesia," kata juru bicara DAPA.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Wiranto mengatakan bahwa pihaknya sedang mencari upaya untuk membuat persetujuan baru secara keseluruhan.
"Dengan kondisi ekonomi nasional, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk merenegosiasi persetujuan itu," kata Wiranto, Jumat (19/10) kemarin.
Nilai tukar Rupiah sedang terpuruk ke titik terendah selama 20 tahun terakhir. Kondisi ini membuat pembayaran semakin mahal.
Wiranto menjelaskan, Jakarta ingin mengubah pembagian pembiayaan, pembiayaan produksi, transfer teknologi, dan hak intelektual.
"Ini jelas belum final karena kami butuh waktu. Semoga ini akan terselesaikan dalam waktu kurang dari setahun," kata Wiranto.
Namun demikian, juru bicara DAPA menekankan bahwa proyek bersama itu akan berlanjut dan pesawat tempur bakal dioperasikan sesuai rencana, yakni pada tahun 2026 nanti untuk mempertahankan Korea Selatan.
Negara tetangga mereka, yakni Korea Utara, dikenal sebagai pihak yang berkali-kali kena sanksi Dewan Keamanan PBB karena program nuklir dan misil balistiknya. (dnu/hans)
BKPM Beberkan Alasan RI Nego Ulang
Pemerintah Indonesia negosiasi ulang proyek pembuatan pesawat tempur kerjasama dengan Korea Selatan (Korsel), Korea Fighter eXperiment dan Indonesia Fighter eXperiment (KFX dan IFX). Ada sejumlah alasan pemerintah untuk renegosiasi pembuatan pesawat tempur tersebut.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, renegosiasi ini untuk penghematan devisa dalam rangka menjaga stabilitas rupiah.
"Restrukturisasi, renegosiasi program kerjasama KFX/IFX ini bagian upaya pemerintah menghemat devisa. Kan semua setoran pemerintah di program kerja sama pesawat tempur ini ke Korea semua dibayar devisa. Sementara mata uang negara berkembang termasuk rupiah masih mengalami tekanan yang luar biasa," jelasnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Thomas mengapresiasi keputusan pemerintah Korea Selatan yang menyetujui renegosiasi proyek tersebut. Dia melanjutkan, renegosiasi juga untuk menjaga kepercayaan investor Korea Selatan, terlebih Korea Selatan berada di urutan kedua atau ketiga penanam modal di Indonesia.
"Ini tujuan utama renegosiasi, pertama bagaimana menghemat devisa sementara ini, kedua menjaga iklim investasi," sambungnya.
Dalam pembuatan pesawat tempur ini, pemerintah akan menyetor anggaran negara. Thomas tak menyebut besaran anggaran tersebut, namun negosiasi ulang dilakukan juga untuk mengurangi tekanan APBN.
"Terus terang beban kepada APBN ini cukup besar apalagi jangka panjang, terus terang puluhan triliun dan kalau beli puluhan unit sampai ratusan triliun. Karena itu nggak mungkin kita sentuh di saat APBN tertekan, rupiah cukup tertekan," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto usai rakor mengatakan Presiden Jokowi memutuskan renegosiasi proyek kerja sama pesawat tempur dengan Korea Selatan.
"Dengan kondisi ekonomi nasional, maka Presiden telah memutuskan, bukan membatalkan, tapi merenegosiasikan," kata Wiranto.
Dia menjelaskan banyak poin yang akan dinegosiasikan ulang terkait program kerjasama tersebut, antara lain masalah pembiayaan dan alih teknologi.
"Banyak hal kita bicarakan, kemampuan pembiayaan Indonesia, persentase cost sharing untuk development, cost produksi, alih teknologi ke Indonesia bagaimana, keuntungan HAKI bagaimana, lalu pemasaran bagaimana, ini banyak sekali, nggak bisa sejam kita selesaikan. Kita hanya membentuk tim khusus untuk melakukan detil lagi yang harus kita renegosiasikan dengan pihak Korea Selatan," terangnya.
Wiranto menambahkan negosiasi ulang akan berlangsung selama setahun, namun dia berharap renegosiasi itu bisa diselesaikan lebih cepat.
Post a Comment