Sembilan Isteri Sukarno yang Diakui Negara
Ini Permintaan Seorang Teman tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara
Ini Cerita tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara, Penasaran ? Tonton “9 Reason”.
ISTRI PERTAMA SOEKARNO.
Oetari Tjokroaminoto adalah istri pertama Soekarno sekaligus putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam yang juga sebagai guru Soekarno. Oetari adalah cinta pertama sang Putra Fajar.
Soekarno menikahi Oetari usianya belum genap 20 tahun. Siti Oetari sendiri waktu itu berumur 16 tahun. Soekarno menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya, waktu itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto, Jl Peneleh II/27 Surabaya, ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas.
Soekarno menikahi Oetari untuk meringankan beban keluarga Tjokro. Kala itu istri Tjokro baru saja meninggal. Soekarno tidak mencintai Oetari sebagaimana seorang suami mencintai istrinya secara utuh, begitu pula Oetari. Dunia pergerakan Soekarno dan dunia kanak-kanak Oetari terlalu berseberangan saat itu. Hubungan mereka pun tidak lebih seperti kakak-adik.
Beberapa saat sesudah menikah, Bung Karno meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS (sekarang ITB). Pernikahan Soekarno dan Oetari tidak bertahan lama. Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik tak lama setelah kuliah di Bandung.
Soekarno kepada Utari Tjokroaminoto : (1921 -1923)
“Lak, tahukah engkau bakal istriku kelak.? … orangnya tidak jauh dari sini, kau ingin tau? boleh..Orangnya dekat sini kau tak usah beranjak, karena orangnya ada di sebelahku”
ISTRI KEDUA SOEKARNO.
Inggit Garnasih (lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Februari 1888 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 13 April 1984 pada umur 96 tahun adalah istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Kala itu Soekarno kos di Bandung tahun 1921. Sejak awal pertemuan di rumah Inggit Garnasih, dia sudah mengagumi sosok Inggit yang matang dan cantik.
Perbedaan usia diantara mereka dan status Inggid yg masih isteri dari H Sanusi tidak menyurutkan langkah Sukarno untuk mendekati Inggid. Hubungan terlarang diantara merekapun akhirnya diketahui oleh H Sanusi yg akhirnya secara resmi menceraikan Inggid isterinya untuk dipersunting Sukarno.
Mereka menikah pada 24 Maret 1923 di rumah orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
Pernikahan mereka dikukuhkan dengan Soerat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda. Soekarno berusia 22 tahun dan Inggit berusia 33 tahun kala itu. Pernikahan Inggit dengan Haji Sanusi pun tidak bahagia.
Pada sosok Inggit Soekarno menemukan pelabuhan cintanya. Inggit begitu telaten melayani dan mendengarkan Soekarno. Inggit mendampingi Soekarno dalam suka dan duka selama hampir 20 tahun. Pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak.
Sayang, setelah 20 tahun berumah tangga, bahkan dengan setia nunut Bung Karno hingga ke Ende dan Bengkulu, Inggit harus rela berpisah. Karena si Bung terpikat pada Fatmawati, yang pernah ikut mondok dalam rumah tangga mereka saat di Bengkulu. Fatmawati juga disebut sebagai anak angkatnya Inggit Garnasih.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit yang tak mau dimadu. Sekalipun bercerai , Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Soekarno, termasuk melayat saat Soekarno meninggal.
Kisah cinta Inggit-Soekarno ditulis menjadi sebuah roman yang disusun Ramadhan KH yang dicetak ulang beberapa kali sampai sekarang.
Ucapan Soekarno kepada Inggit Garnasih : (1923 – 1943)
“Aku kembali ke Bandung.., dan kepada tjintaku yang sesungguhnya.”
ISTRI KETIGA SOEKARNO.
Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923. Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno bertemu Fatmawati. Gadis muda ini adalah putri tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Usia Soekarno dan Fatmawati terpaut 22 tahun lebih muda. Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan Soekarno dengan Inggit Garnasih berakhir. Inggit menolak dipoligami dan memilih pulang ke Bandung.
Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati menikah. Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama. Dia juga yang menjahit bendera pusaka merah putih.
Tapi kebahagiaannya sebagai pendamping Bung Karno harus terkoyak pada tahun ke-12. Sebab, belum genap dua hari ia melahirkan Guruh, Sukarno mendekat sambil berkata lirih, “Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan Hartini.” Walau berat dirasa, Fatma mengikhlaskan Sukarno menikahi Hartini. Tahun 1956 status Ibu Negara yg disandang Fatma beralih kepada Hartini.
Pada tahun 80-an lalu, kehendak Fatmawati menemui Inggit di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, seperti tertulis dalam buku “Fatmawati Sukarno: The First Lady” karya Arifin Suryo Nugroho, terwujud berkat bujuk rayu mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Ali menemui Inggit pada 7 Februari 1980 untuk menjajaki kemungkinan menerima kehadiran Fatmawati, yang telah 38 tahun tak lagi berkomunikasi. Di hadapan Inggit yang telah sepuh itu, Fatmawati Sukarno bersimpuh.
“Indung mah lautan hampura (seorang ibu adalah lautan maaf),” kata Fatmawati. Inggit yang telah sepuh itu membalas sambil memeluk dan mengelus kepala Fatmawati.
“Hanya, ke depan, jangan mencubit orang lain kalau tak ingin dicubit, karena dicubit itu rasanya sakit,” jelas Inggit, istri yang cuma bisa memberi tanpa mau meminta kepada suaminya.
Sambil berurai air mata, Fatmawati bersujud menciumi kedua kaki Inggit.
Dengan terbata-bata, Fatmawati meminta maaf karena telah menjalin tali kasih dan menikah dengan Sukarno. Bagi Fatmawati, kehendaknya menemui mantan ibu angkatnya Inggit, seolah menjadi penyuci diri.
Pada 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah, lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima orang anak. Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Ucapan Soekarno kepada Fatmawati : (1943 – 1956)
“Engkau menjadi terang dimataku. Kau yang akan memungkinkan aku melanjutkan perdjuanganku yang maha dahsyat.”
Ini Permintaan Seorang Teman tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara
.ISTRI KEEMPAT SOEKARNO.
Hartini adalah wanita setia yang sempat mengisi hidup Soekarno. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924. Ayahnya Osan adalah pegawai Departemen Kehutanan yang rutin berpindah kota. Hartini menamatkan SD di Malang dan beliau diangkat anak oleh keluarga Oesman di Bandung. Hartini melanjutkan pendidikan di Nijheidschool (Sekolah Kepandaian Putri) Bandung. Hartini menamatkan SMP dan SMU di Bandung. Hartini remaja dikenal cantik, dan Hartini muda menikahi Dr.Suwondo dan menetap di Salatiga yg menghadirkan 5 putra & putri. Status Hartini yg masih menjadi isteri Dr Suwondo tidak menyurutkan niat Sukarno untuk memikatnya. Hubungan surat menyurat diantara mereka terjadi tanpa sepengetahuan Dr Suwondo maupun Fatmawati. Sukarno menggunakan nama samaran Srihana. Beberapa sumber mengatakan Dr. Suwondo ditekan pihak tertentu untuk menceraikan Hartini, bahkan Dr Suwondo harus mendekam dipenjara untuk itu. Akhirnya Dr Suwondo resmi menceraikan Hartini dengan membawa ke 5 anak-anaknya tanpa ibu yg mendampingi mereka.
Hartini resmi dipinang oleh sang proklamator pada 1953, Hartini berumur 29 tahun dan berstatus janda lima anak. Dua hari setelah Guruh Soekarno Putra lahir, tanggal 15 Januari 1953, Soekarno meminta izin Fatmawati untuk menikahi Hartini.
Kepada Tempo edisi 22 September 1999 lalu, Hartini menepis tudingan publik bahwa dirinya telah merebut Bung Karno dari Fatmawati. Untuk bersedia menerima pinangan Bung Karno yang bertubi-tubi, dia harus membayarnya dengan amat mahal. Sebab, hampir semua media dan aktivis perempuan kala itu menyudutkan dirinya, dan lebih membela Fatmawati.
“Benar, sudah ada Ibu Fatmawati, sang first lady, ketika saya menikah dengan Bung Karno. Tapi, setelah saya, juga ada Dewi,” ujar Hartini.
Dan, kalau dirinya dikatakan merebut Bung Karno dari Ibu Fat, ia melanjutkan, bukankah Ibu Fat juga merebut Bung Karno dari Ibu Inggit, dan Ibu Inggit merebutnya dari Ibu Tari (Oetari)?
Lalu, setelah Dewi, bukankah masih ada lagi Haryatie, Yurike, dan belum pacar-pacar yang lain? Jadi semuanya sama. Yang membedakan, hanya ada satu first lady.
“Saya tidak merebut Bung Karno. Saya menjalani takdir yang digariskan hidup,” Hartini menegaskan.
Dari Soekarno, Hartini melahirkan dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.
Hartini tetap menjadi istri saat masa kekuasaannya Soekarno sudah memasuki usia senja. Hartini juga tetap mempertahankan status pernikahan hingga ajal menjemput Soekarno.
Di pangkuan Hartinilah, Putra Sang Fajar menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970. Hartini meninggal di Jakarta, 12 Maret 2002 pada umur 77 tahun.
Ucapan Soekarno kepada Hartini : (1952 – 1970)
“Tien, I can’t work without you. Meski kamu istri kedua (setelah Fatmawati-red), kamu tetap istri saya yang sah. Biarpun kamu tidak tinggal di Istana Negara, kamu tetap mejadi ratu. Kamu akan menjadi ratu yang tidak bermahkota di Istana Bogor.” (saat meminta Hartini menjadi istrinya)
ISTRI KELIMA SOEKARNO.
Sosok wanita ini merupakan salah satu istri yang paling dicintai oleh Soekarno. Kartini Manoppo menjadi istri Bung Karno yang kelima. Keduanya menikah pada tahun 1959.
Awal mula Bung Karno jatuh hati pada wanita yang pernah jadi pramugari Garuda Indonesia itu saat melihat lukisan karya Basuki Abdullah. Sejak saat itu, Kartini tak pernah absen tiap kali Bung Karno pergi ke luar negeri.
Kartini merupakan wanita asal Bolaang Mongondow, Sulawesi. Dia terlahir dari keluarga terhormat, sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno. Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.
Menikah dengan Kartini Manoppo, Bung Karno dikarunia anak Totok Suryawan Sukarno pada 1967.
Ucapan Soekarno kepada Kartini Manoppo : (1959 – 1968)
“Aku mencintai kamu, aku ingin kau membalas cintaku….sekarang juga saya minta kepastian darimu ya atau tidak”
ISTRI KEENAM SOEKARNO.
Ratna Sari Dewi adalah wanita keenam yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, Dewi dinikahi sang proklamator saat usia 19 tahun.
Kisah pertemuan Soekarno dan Dewi cukup menarik. Gadis Jepang itu berkenalan dengan Soekarno lewat seseorang ketika Bung Karno berada di Hotel Imperial, Tokyo.
Sebelum menjadi istri Soekarno, Dewi adalah seorang penari sekaligus entertainer. Ada rumor yang mengatakan Dewi adalah seorang Geisha yg disuguhkan pada Sukarno untuk memuluskan investasi Jepang di Indonesia. Namun rumor itu berkali-kali dibantahnya.
Menjelang redupnya kekuasaan Soekarno, Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di Paris bahkan sempat tercatat sbg wanita terkaya ke 19 di Prancis, sejak 1983 Dewi kembali menetap di Jakarta.
Dalam ‘A Life in the Day of Madame Dewi’ diceritakan, setelah bercerai dengan Soekarno, ia kemudian pindah ke berbagai negara di Eropa termasuk Swiss, Perancis, dan Amerika Serikat. Pada 2008, ia menetap di Shibuya, Tokyo, Jepang.
Pada bulan Januari 1992, Dewi menjadi terlibat di dalam banyak perkelahian dipublikasikan di sebuah pesta di Aspen, Colorado, Amerika Serikat dengan sesama tokoh masyarakat internasional dan ahli waris Minnie Osmeña, putri mantan presiden Filipina. Dewi juga pernah membuat kontroversi pada 1998, ia berpose untuk sebuah buku foto berjudul Madame Syuga.
Di dalam buku Madame Syuga yang diterbitkan di negara asalnya tersebut, pada isinya menampilkan sebagian foto-foto dirinya yang sedang berpose artistik setengah bugil, dan memperlihatkan tato-tato pada tubuhnya. Suharto melarang buku Madame de Syuga beredar di Indonesia. Bukunya untuk sementara tidak didistribusikan di Indonesia dan segera dilarang karena bisa jadi akan membuat banyak orang Indonesia merasa tersinggung dengan apa yang dianggap mencemarkan nama baik Sukarno dan warisannya.
Dari Soekarno yang ketika itu berumur 62 tahun, Dewi mempunyai satu anak yaitu Kartika Sari Dewi Soekarno.
Ucapan Soekarno kepada Ratna Sari Dewi : (1962 -1970)
“Kalau aku mati, kuburlah aku di bawah pohon yang rindang. Aku mempunyai istri yang aku cintai dengan segenap jiwaku. Namanya Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku.”
ISTRI KETUJUH SOEKARNO.
Sebelum dinikahi Soekarno pada 1963, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian. Karena pekerjaannya itulah, Haryati dekat dengan sang proklamator.
Melihat kemolekan Haryati, Soekarno bak Arjuna yang tak henti mengirim rayuan kepada wanita berusia 23 tahun itu. Bahkan, status Haryati sebagai tunangan orang lain, tak membuat Soekarno mundur untuk meluapkan rasa cintanya, bahkan Mayor Penerbang Shakir sang tunangan dijebloskan ke RTM dgn tuduhan yg tak pernah terbukti. Haryati pun akhirnya tak kuasa menolak pinangan sang Kepala Negara walau dirinya tahu tunangannya akan patah hati karenanya.
Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada 21 Mei 1963 saat itu Sukarno telah berusia 62 thn. Perbedaan usia mereka sekitar 39 tahun. Dan selang beberapa bulan ditahun yg sama Sukarno juga mendekati seorang gadis belia siswa SMA anggota Passkibra yg bernama Yurike Sanger. Namun selang tiga tahun, Haryati diceraikan tanpa anak. Soekarno beralasan sudah tidak cocok. Saat itu, Soekarno juga sedang dekat dengan Ratna Sari Dewi.
Ucapan Soekarno kepada Haryati: (1963 – 1966)
“Yatie adiku wong aju, iki lho alrodji sing berkarat kae. Kuliknakna nganggo, mengko sawise sasasi rak weruh endi sing kok pilih: sing ireng, apa sing dek mau kae, apa sing karo karone?
Dus; mengko sesasi engkas matura aku. (dadi senadjan karo karone kok senengi, aku ja seneng wae). Masa ora aku seneng! Lha wong sing mundhut wanodja palenging atiku kok! Adja maneh sakados alrodji, lha mbok apa apa ja bakal tak wenehke.”
ISTRI KEDELAPAN SOEKARNO.
Pertama kali Presiden Soekarno bertemu dengan Yurike Sanger pada tahun 1963. Kala itu Yurike masih berstatus pelajar dan menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara Kenegaraan atau Paskibra untuk saat ini. (Yurike Sanger, saat itu masih berstatus pelajar SMA )
Pertemuan itu rupanya langsung menarik perhatian Sang Putera Fajar. Perhatian ekstra diberikan sang presiden kepada gadis bau kencur itu, mulai dari diajak bicara, duduk berdampingan sampai diantar pulang ke rumah walau saat itu Sukarno baru beberapa bulan menikahi Haryati. Rupanya, benih-benih cinta sudah mulai di antara keduanya. Singkat waktu, Bung Karno menyatakan perasaannya dan menyampaikan ingin menikah dengan sang pujaan hati. Seuntai kalung pun diberikan kepada Yurike.
Akhirnya, Bung Karno menemui orangtua Yurike. Pada 6 Agustus 1964, dua anak manusia yang tengah dimabuk cinta itu menikah secara islam di rumah Yurike saat itu Sukarno berumur 63 tahun dan perbedaan usia mereka 46 tahun. Berjalannya waktu, ternyata pernikahan kedelapan Sang Proklamator berjalan singkat. Kondisi Bung Karno pada 1967 yang secara de facto di makzulkan sebagai presiden, berdampak pada kehidupan pribadinya.
Didasari rasa cinta yang luar biasa dan kondisinya yg mulai sakit-sakitan, Bung Karno yang menjadi tahanan rumah di Wisma Yoso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.) menyarankan agar Yurike meminta cerai. Akhirnya perceraian itu terjadi, meski keduanya masih saling cinta.
Ucapan Soekarno kepada Yurike Sanger : (1964 – 1968)
“Yury,I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
Yours,
Soekarno.”
ISTRI KESEMBILAN SOEKARNO.
Heldy Djafar merupakan istri terakhir Soekarno, istri kesembilan. Keduanya menikah pada bulan Juni 1966, kala itu Bung Karno berusia 65 tahun sedangkan Heldy gadis asal Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur itu, masih berusia 18 tahun, perbedaan usia mereka 47 tahun. Pernikahan ini banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak yg menganggap Sukarno tidak berempati dengan suasana duka akibat tragedy Lubang Buaya yg menimpa 7 Putra terbaik bangsa Indonesia. Banyak pihak menganggap Bung Karno lebih mementingkan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan bangsa dan Negara. Berita tentang Sukarno yg menderita penyakit akutpun dipertanyakan banyak orang karena pernikahan ini.
Seperti perkiraan banyak kalangan, pernikahan keduanya hanya bertahan dua tahun. Kala itu situasi politik sudah semakin tidak menentu. Komunikasi tak berjalan lancar setelah Soekarno menjadi tahanan di Wisma Yaso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.), di Jalan Gatot Subroto.
Heldy sempat mengucap ingin berpisah, tetapi Soekarno bertahan. Soekarno hanya ingin dipisahkan oleh maut. Akhirnya, pada 19 Juni 1968 Heldy 21 tahun menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor.
Kala itu Heldy yang sedang hamil tua mendapat kabar Soekarno wafat. Soekarno tutup usia 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.
Ucapan Soekarno kepada Heldy Jafar : (1966 – 1969)
“Dear dik Heldy,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
Mas.”
Post a Comment